Silat Sendeng atau dahulunya dikenali sebagai Seni Silat Sendeng Muar telah dipopulerkan oleh Almarhum Haji Abd Hamid bin Haji Hamzah di Sungai Mati, Muar, Johor Malaysia. Haji Abd. Hamid telah mewarisi pembelajaran Seni Silat Sendeng ini dari Jawara-jawara yang terkenal dengan kehebatan ilmu kependekaran dan persilatan serta kerohanian mereka sejak awal abad ke-20 yang silam di tanahMelayu.
Dalam silat Sendeng terdapat cara langkah dan cara menyerang tangan kosong yang unik dan praktis. Silat Sendeng menumpukan konsentrasi membaca gerak dan melapis pukul dengan mengenali sasaran titik lemah pada lawan. Dalam peringkat ini cara bertahan atau menyerang tidak bergantung kepada lawan. Karakter seni bela diri khas dari tanah bugis ini adalah bertarung dalam ruang sempit, pecahan langkah dan pelebatnya dikenal hebat dan keras.
Seni bela diri Sendeng ini murni merupakan warisan budaya masyarakat bugis terutama di daerah Sengkang dan Sidrap, Sulawesi Selatan dan seperti yang terjadi pada budaya-budaya lainnya di Indonesia, seni bela diri Sendeng ini juga menuai polemik karena Malaysia telah mengklaim silat sendeng sebagai bagian dari warisan budaya mereka.
Dalam sejarah perjalanan silat sendeng ini, orang-orang Melayu yang terdiri dari beberapa suku pendatang yang menempati berbagai wilayah di Malaysia. Salah satunya adalah pelaut Bugis, yang pada masa itu dikenal karena keahlian berperangnya dengan sifat yang berapi-api.
Nafsu berkelana dari pendatang suku Bugis memastikan bahwa mereka sering melakukan perjalanan di seluruh Nusantara dan luar negeri dengan membawa pengetahuan, budaya dan seni tempur mereka. Ketika menetap di Malaysia, salah satu yang dipopulerkan adalah seni silat sendeng itu. Persetubuhan Seni Silat Sendeng dengan budaya melayu ini berhasil dikombinasikan oleh leluhur suku Bugis yang merantau ke Malaysia dan menetap.
Aliran bela diri ini telah berkembang dengan beberapa variasi karena banyaknya master (jawara) membuat Sendeng memiliki nama terhormat dalam dunia silat Melayu. Yang paling popular adalah Haji Abdul Hamid bin Haji Hamzah.
Dia mulai mempelajari seni sejak ia berusia lima tahun (1932) di bawah asuhan kakeknya sendiri, Haji Hassan bin Mahat yang lebih dikenal sebagai Pendekar Haji Hassan, dalam kisahnya adalah seorang pria yang terampil bermain senjata seperti pedang (pedang), keris, tekpi (sai), tumbuk lada, tembong (tiang), Tuas, tongkat (stick) dan kerambit.
Awalnya, Haji Hamid Hamzah mulai menyebarkan seni silat Sendeng secara individual pada tahun 1950 dan menamakannya Silat Sendeng Muar. Selama 58 tahun hidupnya, ia didedikasikan untuk penyebaran, pengembangan dan kelanjutan dari seni Sendeng ini. Pada tanggal 19 Mei 1990, ia meninggal pada usia 63.
Sepeninggal Haji Hamid, pengembangan silat sendeng ini diteruskan oleh Haji Ismail bin Haji Hamzah yang mengambil alih memerintah sebagai Guru Utama. Sebagai saudara kepada pendiri yang juga dibesarkan dalam keluarga prajurit, tugas untuk melanjutkan tradisi itu berada di tangan yang tepat.
Selama kepemimpinan Haji Ismail, Seni Silat Sendeng telah didaftarkan pada tahun 1992 dan saat ini beroperasi aktif di Johor, Negeri Sembilan, Selangor, Wilayah Federal Kuala
Lumpur, Pahang, Perak, Kelantan dan Wilayah Federal Labuan.
Didaerah asalnya sendiri yakni di Sulawesi Selatan, Sendeng malah diajarkan secara tertutup, sehingga sangat susah menemukan perguruannya. Ilmu seni bela diri sendeng menjadi sesuatu yang langka dan hanya orang-orang tertentu saja yang mempelajarinya.
Lumpur, Pahang, Perak, Kelantan dan Wilayah Federal Labuan.
0 komentar:
Posting Komentar